Halo teman-teman. Jumpa lagi dalam materi Bahasa Inggris kelas 10 bab 11! Semoga semuanya dalam keadaan sehat ya. Jika di bab sebelumnya, kita sudah belajar bersama tentang pengalaman dari B.J. Habibie, kali ini kita masih akan mempelajari recount atau cerita tentang salah satu pahlawan nasional perempuan yang paling terkenal. Yuph, siapa lagi kalau bukan Cut Nyak Dhien.
Pastinya kamu sudah tidak asing lagi bukan dengan pahlawan satu ini? Yuk kita pelajari kisah kepahlawanannya pada teks berikut ini.
Perhatian!
Untuk mengakses rangkuman materi semua bab, silahkan klik menu di bawah ini!
Chapter 11: CUT NYAK DHIEN
CUT NYAK DHIEN
Cut Nyak Dhien was a leader of the Acehnese guerrilla forces during the Aceh War. She was born in Lampadang in 1848. Following the death of her husband Teuku Umar, she led guerrilla actions against the Dutch for 25 years. She was awarded the title of Indonesian National Hero on 2 May 1964 by the Indonesian government.
Cut Nyak Dhien adalah seorang pemimpin pasukan gerilya Aceh pada masa Perang Aceh. Ia lahir di Lampadang pada tahun 1848. Setelah kematian suaminya Teuku Umar, ia memimpin aksi gerilya melawan Belanda selama 25 tahun. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 2 Mei 1964 oleh pemerintah Indonesia.
Cut Nyak Dhien was born into an Islamic aristocratic family in Aceh Besar. Her father, Teuku Nanta Setia, was a member of the ruling Ulèë Balang aristocratic class in VI mukim, and her mother was also from an aristocratic family. She was educated in religion and household matters. She was renowned for her beauty, and many men proposed to marry her. Finally, she married Teuku Cik Ibrahim Lamnga, the son of an aristocratic family, when she was twelve.
Cut Nyak Dhien lahir dari keluarga bangsawan Islam di Aceh Besar. Ayahnya, Teuku Nanta Setia, adalah anggota bangsawan Ulèë Balang yang berkuasa di VI mukim, dan ibunya juga dari keluarga bangsawan. Dia dididik dalam urusan agama dan rumah tangga. Dia terkenal karena kecantikannya, dan banyak pria melamarnya. Akhirnya, dia menikah dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga, putra keluarga bangsawan, ketika dia berusia dua belas tahun.
On 26 March 1873, the Dutch declared war on Aceh. In November 1873, during the Second Aceh Expedition, the Dutch successfully captured VI mukimin 1873, followed by the Sultan’s Palace in 1874. In 1875, Cut Nyak Dhien and her baby, along with other mothers, were evacuated to a safer location while her husband Ibrahim Lamnga fought to reclaim VI mukim. Lamnga died in action on June 29, 1878. Hearing this, Cut Nyak Dhien was enraged and swore to destroy the Dutch.
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Pada bulan November 1873, dalam Ekspedisi Aceh Kedua, Belanda berhasil merebut VI mukimin tahun 1873, disusul dengan Keraton Yogyakarta pada tahun 1874.Pada tahun 1875, Cut Nyak Dhien dan bayinya bersama ibu-ibu lainnya dievakuasi ke tempat yang lebih aman sementara suaminya Ibrahim Lamnga berjuang untuk merebut kembali VI mukim. Lamnga tewas dalam aksi pada 29 Juni 1878. Mendengar hal itu, Cut Nyak Dhien murka dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Sometime later, Teuku Umar proposed to marry her. Learning that Teuku Umar would allow her to fight, she accepted his proposal. They were married in 1880. This greatly boosted the morale of Aceh armies in their fight against Dutch. Teuku Umar and Cut Nyak Dhien had a daughter, Cut Gambang.
Beberapa waktu kemudian, Teuku Umar melamarnya. Mengetahui bahwa Teuku Umar akan mengizinkannya berperang, dia menerima lamarannya. Mereka menikah pada tahun 1880. Hal ini sangat meningkatkan moral tentara Aceh dalam melawan Belanda. Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien memiliki seorang putri, Cut Gambang.
The war continued, and the Acehnese declared Holy War against the Dutch, and were engaged in guerrilla warfare. Undersupplied, Teuku Umar surrendered to the Dutch forces on September 30, 1893 along with 250 of his men. The Dutch army welcomed him and appointed him as a commander, giving him the title of Teuku Umar Johan Pahlawan. However, Teuku Umar secretly planned to betray the Dutch. Two years later Teuku Umar set out to assault Aceh, but he instead deserted with his troops taking with them heavy equipment, weapons, and ammunition, using these supplies to help the Acehnese. This is recorded in Dutch history as “Het verraad van Teukoe Oemar” (the treason of Teuku Umar).
Perang berlanjut, dan orang Aceh menyatakan Perang Suci melawan Belanda, dan terlibat dalam perang gerilya. Kurang perbekalan, Teuku Umar menyerah kepada pasukan Belanda pada tanggal 30 September 1893 bersama 250 anak buahnya. Tentara Belanda menyambutnya dan mengangkatnya sebagai panglima, memberinya gelar Teuku Umar Johan Pahlawan. Namun, Teuku Umar diam-diam berencana untuk mengkhianati Belanda. Dua tahun kemudian Teuku Umar berangkat untuk menyerang Aceh, tetapi ia malah membelot dengan pasukannya membawa serta peralatan berat, senjata, dan amunisi, menggunakan persediaan ini untuk membantu orang Aceh. Hal ini tercatat dalam sejarah Belanda sebagai “Het verraad van Teukoe Oemar” (pengkhianatan Teuku Umar).
The Dutch general Johannes Benedictus van Heutsz sent a spy to Aceh. Teuku Umar was killed during a battle when the Dutch launched a surprise attack on him in Meulaboh. When Cut Gambang cried over his death, Cut Nyak Dhien slapped her and then she hugged her and said: “As Acehnese women, we may not shed tears for those who have been martyred.”
Jenderal Belanda Johannes Benedictus van Heutsz mengirim mata-mata ke Aceh. Teuku Umar tewas dalam pertempuran ketika Belanda melancarkan serangan mendadak terhadapnya di Meulaboh. Ketika Cut Gambang menangisi kematiannya, Cut Nyak Dhien menamparnya lalu memeluknya dan berkata: “Sebagai perempuan Aceh, kami tidak boleh meneteskan air mata untuk mereka yang syahid.”
After her husband died, Cut Nyak Dhien continued to resist the Dutch with her small army until its destruction in 1901, as the Dutch adapted their tactics to the situation in Aceh. Furthermore, Cut Nyak Dhien suffered from nearsightedness and arthritis as she got older. The number of her troops was also decreasing and they suffered from lack of supplies.
Setelah suaminya meninggal, Cut Nyak Dhien terus memerangi Belanda dengan pasukan kecilnya sampai kehancurannya pada tahun 1901, karena Belanda menyesuaikan taktik mereka dengan situasi di Aceh. Selanjutnya, Cut Nyak Dhien menderita rabun jauh dan radang sendi seiring bertambahnya usia. Jumlah pasukannya juga berkurang dan mereka menderita kekurangan persediaan.
One of her troops, Pang Laot, told the Dutch the location of her headquarters in Beutong Le Sageu. The Dutch attacked, catching Dhien and her troops by surprise. Despite desperately fighting back, Dhien was captured. Her daughter, Cut Gambang, escaped and continued the resistance. Dhien was brought to Banda Aceh and her myopia and arthritis slowly healed, but in the end she was exiled to Sumedang, West Java because the Dutch were afraid she would mobilize the resistance of Aceh people. She died on 6 November 1908.
Salah satu pasukannya, Pang Laot, memberi tahu Belanda lokasi markasnya di Beutong Le Sageu. Belanda menyerang, membuat Dhien dan pasukannya terkejut. Meskipun mati-matian melawan, Dhien ditangkap. Putrinya, Cut Gambang, lolos dan melanjutkan perlawanan. Dhien dibawa ke Banda Aceh dan penyakit mata serta radang sendinya perlahan sembuh, tetapi pada akhirnya dia diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat karena Belanda takut dia akan memobilisasi perlawanan rakyat Aceh. Dia meninggal pada 6 November 1908
Itulah teman-teman cerita kepahlawanan Cut Nyak Dhien yang bisa dipelajari. Setelah membaca teks di atas, pastinya kamu tahu dong bagaimana perjuangan pahlawan kita dalam merebut kemerdekaan dulu. Nah, dari teks di atas, kita juga bisa membuat biografi singkat Cut Nyak Dhien sebagai berikut.
Name : Cut Nyak Dhien
Place of birth : Lampadang, Aceh
Date of birth : in 1848
Place of Death : Sumedang, West Java
Date of Death : 6 November 1908
Parents and Origins : Teuku Nanta Setia, a member of the ruling Ulèë Balang aristocratic class in VI mukim and her mother was also from an aristocratic family
Name of Husband : Teuku Cek Ibrahim Lamnga, Teuku Umar.
Name of daughter : Cut Gambang
Important dates of war : On 26 March 1873, the Dutch declared war on Aceh, Teuku Umar surrendered to the Dutch forces on September 30, 1893, Cut Nyak Dhien army’s destruction in 1901, and Cut Nyak Dhien died on 6 November 1908.
Itulah biografi singkat yang bisa teman-teman kerjakan yang disarikan dari teks recount di atas.
Vocabulary Building
Setelah teman-teman mempelajari teks di atas, pastinya kamu menemukan kata-kata baru yang mungkin baru atau jarang kamu dengar, diantaranya ialah sebagai berikut:
WORDS | ARTI |
guerrilla forces (noun) | tentara perang gerilya |
aristocratic (adjective) | bangsawan |
was renowned(adjective) | terkenal |
evacuate(verb) | evakuasi |
reclaim(verb) | merebut kembali |
declare (verb) | mengumumkan |
Holy War(noun) | perang suci (jihad) |
surrender (verb) | menyerah |
betray (verb) | mengkhianati |
assault(verb) | menyerang |
treason(noun) | pengkhianatan |
shed tears(verb) | menumpahkan air mata |
martyred (verb) | mati syahid |
resist(verb) | melawan |
Grammar Review – Reduced Adverbial Clause
Ini merupakan adverbial clause yang diperpendek menjadi menjadi adverbial phrase. Namun perlu kamu ketahui, tidak semua klausa itu bisa direduksi loh. Hanya hanya klausa waktu (adverbial clause of time), klausa sebab akibat (cause and effect), dan klausa pertentangan (contrast) yang bisa direduksi. Untuk lebih jelasnya, bisa simak ulasannya sebagai berikut.
Adverbial Clause of Time
Ada beberapa konjungsi waktu yang bisa direduksi, diantarannya before, after, since, dapat dihilangkan dengan menghilangkan subjek dan mengganti verb-nya dengan V-ing.
before / after / since / while+ S + V | before / after / since / while + V-ing |
Contohnya:
I has studied English before I have a test (saya telah belajar bahasa Inggris sebelum saya test)
Reduced,
I has studied English before having a test
Selain itu, kamu juga bisa menggunakan konjungsi when yang direduksi.
When+ S + V | V-ing |
Contohnya:
When Cut Nyak Dhien heard this, she was enraged and swore to destroy the Dutch.
Reduced,
Hearing this, she was enraged and swore to destroy the Dutch.
Adverbial Clause of Cause and Effects
Biasanya ditandai dengan konjungsi, as, because dan since yang dihilangkan bersama dengan subjeknya.
as / because / since + S + V | V-ing |
Contohnya:
Because Teuku Umar was undersupplied, he surrendered to Dutch.
Reduced,
Undersupplied, he surrendered to Dutch.
Adverbial Clause of Contrasts
Biasanya ditandai dengan konjungsi, although, though dan while yang dihilangkan bersama dengan subjeknya.
although / though / while + S + V (selain be) | although / though / while + V-ing |
although / though / while + S + V (be) + subject complement (noun/adjective) | although / though / while + subject complement |
Contohnya:
Although Cut Nyak Dhien desperately fought back, she was captured.
Reduced,
Although fighting back, she was captured.
Nah, itulah teman-teman. Kita sudah mempelajari tentang cerita Cut Nyak Dhien dan kata-kata baru didalamnya serta mempelajari bagaimana mengurangi klausa menjadi verba. Tetap semangat belajar ya, meskipun masih dalam suasana pandemi. See you!