Halo teman-teman semua! Apa kabarnya nih? Masih semangat ya untuk mengikuti pembelajaran Seni Budaya? Nah, kali ini penulis akan membagikan materi Seni Budaya kelas 11 bab 20 mengenai Merancang Naskah Adaptasi. Penasaran? Yuk, langsung simak ulasannya di bawah ini.
Bab 20:
Merancang Naskah Adaptasi

Syarat Penting dalam Mengadaptasi Naskah
Dalam mengadaptasi naskah asing, berbagai hal harus dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan lakon yang akan dipertunjukkan tidak hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai sarana pengajaran. Naskah harus mempunyai nilai-nilai pendidikan. Karenanya harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini.
1. Naskah drama yang baik harus mempunyai premis (rumusan dari intisari cerita)
Contohnya:
“Machbeth” karya Williams Shakespeare. Premis: “Nafsu angkara murka membinasakan diri sendiri”
“Tartuffe” karya Moliere. Premis: “Siapa menggali lubang untuk orang lain, akan terjerumus sendiri di dalamnya”
“Api” karya Usmar Ismail. Premis: “Ambisi angkara membinasakan diri sendiri”
2. Alur dari naskah yang akan diadaptasi memiliki nilai-nilai dramatis
Contohnya:
Lakon “Api” karya Usmar Ismail, yang adegannya dimulai saat R. Hendrapati mengambil keputusan untuk melaksanakan ambisi serakahnya, yaitu menemukan formula obat peledak yang belum dikenal manusia, agar ia memperoleh kemasyhuran di seluruh dunia.
Untuk melaksanakan keinginannya itu, ia mau saja menempuh jalan yang sesat dengan mengorbankan siapa saja yang hendak menghalanginya. Istri dan anaknya bertekad untuk melawan kehendak R. Hendrapati. Timbullah kekalutan-kekalutan yang mengakibatkan peristiwa-peristiwa dramatis dalam keluarga R. Hendrapati, yang mana saat-saat tersebut bukan saja akan menentukan gagal atau berhasilnya R. Hendrapati tapi juga menentukan masa depan kehidupan keluarganya.
3. Tokoh-tokoh dari naskah yang akan diadaptasi merupakan tokoh-tokoh yang hidup
Tokoh yang hidup adalah tokoh yang memiliki 3 dimensi antara lain:
a. Dimensi fisiologis, yaitu ciri-ciri fisik: usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri tubuh, wajah,dll.
b. Dimensi sosiologis, yaitu ciri-ciri kehidupan masyarakat: status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi, agama, aktifitas sosial, kegemaran, kewarganegaraan, keturunan, suku, bangsa, dll.
c. Dimensi psikologis, ialah ciri-ciri kejiwaan; ukuran-ukuran moral baik dan buruk, mentalitas, temperamen, keinginankeinginan pribadi, sikap, kelakuan, kecerdasan, keahlian, kecakapan, dll.
4. Setting peristiwa dari naskah yang akan diadaptasi mempunyai kemiripan adat dan budaya di Nusantara
Dengan adanya kemiripan atau kesamaan adat dan budaya, akan memudahkan kita untuk memindahkan setting peristiwa dari lakon yang akan diadaptasi. Contoh potongan naskah adaptasi dari dramawan Filipina, Marcelino Acana JR oleh Noorca Marendra. Drama panggung komedi satu babak:
“Mentang-mentang dari New York”
Setting (ruang tamu di rumah Bi Atang, Kampung Jelambar. Pintu depan di sebelah kanan, jendela sebelah kiri, di sebelah kiri pentas ada seperangkat kursi rotan, di sebelah kanan ada radio besar yang merapat ke dinding belakang. Di tengah dinding itu ada pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan bagian dalam rumah.
Pagi hari, ketika layar terbuka, terdengar pintu depan diketuk orang, Bi Atang muncul dari pintu tengah sambil melepaskan apronnya, dan bersungut-sungut. Bi Atang orangnya agak gemuk, jiwanya kuno. Tapi tunduk terhadap kemauan anak perempuannya yang sok modern. Maklum kalau baju rumahnya gaya baru. Apronnya berlipat-lipat, potongan rambutnya yang di “modern”kan itu tampak lebih tidak patut).
BI ATANG (SAMBIL MENUJU PINTU). Tamu lagi, tamu lagi, tamu lagi! Selalu ada tamu yang datang. Saban hari ada tamu, sial, kaya orang gedongan saja. (membuka pintu dan Anen masuk dengan buket di tangannya, pakaiannya perlente, ia tertegun di pintu menatap Bi Atang dengan gugup memperhatikan Bi Atang ke bawah).
Eh … Anen! Bibi kira siapa? Ayo masuk!
ANEN Tapi … ini Bi Atang bukan?!
BI ATANG (TERTAWA). Anen! Anen! Kalau bukan Bibi, siapa lagi? Dasar anak bloon. Kamu kira aku ini siapa hah? Nyonya Menir?
ANEN (TERSIPU). Habis kelihatannya kayak nyonya besar sih.
BI ATANG (TERSIPU SAMBIL MEMEGANG RAMBUTNYA YANG PENDEK). Kemarin rambut ini Bibi potong di kap salon, biar kelihatan modern, kata si Ikah. Apa kelihatannya mengerikan?
ANEN Oh … tidak, tidak. Malah kelihatan cantik sekali. Tadi saya kira Bibi ini, Ikah, jadi saya agak gugup tadi. Maklum sudah lama tidak ketemu.
BI ATANG Ah dasar! Kamu dari dulu nggak berubah juga. Nakal (MENCUBIT PIPINYA). Ayo duduk! (ANEN DUDUK). Bagaimana kabar ibumu?
ANEN Wah kasihan Bi, ibu sudah kangen sama Bibi. Katanya ia tidak tahan lama-lama meninggalkan Jelambar. Malah ia ingin cepat-cepat pulang.
BI ATANG (MENDEKAT). O ya, sudah berapa lama ya, kalian pergi dari sini?
ANEN Belum lama Bi, baru tiga bulan.
BI ATANG Baru tiga bulan? Tapi tiga bulan itu cukup lama buat penduduk asal Jelambar yang pergi dari kampung ini. Kasihan juga ya, rupanya ibumu sudah bosan tinggal di Karawang.
ANEN Iya, tapi maklum Bi, buat insinyur-insinyur macam saya ini, kerja di sana cukup repot. Kalau jembatan Karawang itu sudah kelar, kami pasti segera kembali ke sini. Jelambarkan tanah tumpah darah kami. Begitu kan Bi?
BI ATANG Orang kata Nen, biar jelek-jelek juga lebih enak tinggal di kampung sendiri. (tiba-tiba ia teringat sesuatu). Tapi ini betul atau tidak entahlah. Kalau melihat anak Bibi si Ikah yang telah pergi ke Amerika dan tinggal setahun di sana, katanya bahkan ia tidak pernah rindu kampung halaman.
ANEN (mulai gugup lagi). Ka … ka… kapan Ikah datang ke sini, Bi?
BI ATANG Dari Senin kemarin, kenapa?
ANEN O … pantas, saya baru tahu waktu saya baca di koran, katanya Ikah sudah pulang dari New York, jadi …
BI ATANG (PENUH ARTI). Jadi kamu datang ke sini bukan?
ANEN (TERSIPU). Ah … Bibi bisa saja!
BI ATANG (MENGELUH). Anak itu baru datang Senin kemarin, tapi lihat sudah berapa banyak badan Bibi dipermaknya. Pertama kali ia datang dan melihat Bibi, ia marah-marah, katanya, Bibi harus bersalin rupa. Bibi yang sudah tua Bangka ini harus dipermak, biar jangan kampungan. B
ibi pagi-pagi sekali sudah diseret ke salon, dan kamu bisa lihat hasilnya. Rambutku dibabat habis, alis dicukur, kuku dicat, dan kalau Bibi pergi ke pasar harus memakai gincu pipi dan lipstick. Apa nggak persis kodok goreng? Teman-teman Bibi di pasar, di jalanan pada menertawakan Bibi. Mereka pikir Bibi sudah agak saraf, masa Tua Bangka begini di coreng moreng.
Tapi apa musti Bibi perbuat? Kamu tahu sendiri adatnya si Ikah, Bibi nggak bisa berselisih paham dengan dia. Katanya Bibi harus belajar bersikap dan bertingkah laku seperti wanita Amerika. Seperti first lady! Seperti orang metropolitan, karena Bibi punya anak yang pernah tinggal di Amerika. Busyet deh, apa Bibi ini kelihatan kayak orang Amerika.
Contoh pementasan naskah adaptasi dari karya Sophocles, “Antigone”, oleh Teater The University of Minnesota, 2009 :
Daftar Pustaka:
Pekerti, W. dkk. 2014. Seni Budaya SMA/MA SMK/MAK Kelas XI Semester 2. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.