Hai teman-teman! Selamat ya, kini kamu telah sampai di bangku akhir SMA. Ga terasa 3 tahun berlalu begitu cepat ya? Nah, walaupun sebentar lagi lulus, penulis harap kamu tetap menjaga api semangat untuk belajar meskipun via daring gengs.
Oke, hari ini kita akan melanjutkan materi Sejarah Indonesia kelas 12 bab 1 mengenai Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa. Apakah kamu sudah siap? Yuk, langsung simak ulasan di bawah ini gengs.
Bab 1: Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa
Musuh terbesar bangsa kita bukan yang datang dari luar, tetapi ancaman disintegrasi yang berasal dari dalam sendiri (C.S.T. Kansil dan Julianto, 1998)
A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)
Sejarah pergolakan dan konflik yang terjadi di Indonesia selama masa tahun 1948-1965 dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan:
1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi.
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII, dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa ideologi agama.
- Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun
- Pemberontakan DI/TII
- Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)
– Gerakan 30 September merupakan Persoalan Internal Angkatan Darat (AD).
– Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA).
– Gerakan 30 September merupakan Pertemuan antara Kepentingan Inggris-AS.
– Soekarno adalah Dalang Gerakan 30 September.
– Tidak ada Pemeran Tunggal dan Skenario Besar dalam Peristiwa Gerakan 30 September (Teori Chaos).
– Soeharto sebagai Dalang Gerakan 30 September.
– Dalang Gerakan 30 September adalah PKI.
2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan (vested interest).
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS, dan Andi Aziz. Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri.
Mereka juga enggan untuk melepas posisi atau kedudukan yang diperolehnya sehingga sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan (di) Hindia Belanda.
Pasukan ini tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflik pun terjadi.
3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem pemerintahan.
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
RI menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah Negara Pasundan, negara Madura, Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan musyawarah negara-negara federal di luar RI yang dibentuk oleh Belanda.
Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun makin lama badan ini makin bertindak netral, tidak lagi semata-mata memihak Belanda. Prokontra tentang negara-negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan pertentangan.
B. Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran
1. Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa
Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah Indonesia pada masa kini. Kementerian Sosial saja memetakan bahwa pada tahun 2014 Indonesia masih memiliki 184 daerah dengan potensi rawan konflik sosial.
Enam di antaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, yaitu Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah (cermati wacana di bawah).
2. Teladan Para Tokoh Persatuan
Posisi Papua dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan sebenarnya unik. Papua adalah wilayah di Indonesia yang bahkan setelah RI kembali menjadi negara kesatuan pada tahun 1950 pun, tetap berada dalam kendali Belanda.
Khusus persoalan Papua, berdasarkan hasil KMB tahun 1949, sesungguhnya akan dibicarakan kembali oleh pemerintah RI dan Belanda “satu tahun kemudian”. Nyatanya hingga tahun 1962, ketika Indonesia akhirnya memilih jalan perjuangan militer dalam merebut wilayah ini, Belanda tetap berupaya mempertahankan Papua.
1) Pahlawan Nasional dari Papua: Frans Kaisiepo, Silas Papare, dan Marthen Indey
Sultan Hamengku Buwono IX (1912-1988). Pada tahun 1940, ketika Sultan Hamengku Buwono IX dinobatkan menjadi raja Yogyakarta, ia dengan tegas menunjukkan sikap nasionalismenya. Dalam pidatonya saat itu, ia mengatakan:
“Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa.”(Kemensos, 2012)
2) Para Raja yang Berkorban Untuk Bangsa: Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan Syarif Kasim II
Sultan Hamid II dari Pontianak misalnya, bahkan pada tahun 1950-an lebih memilih berontak hingga turut serta dalam rencana pembunuhan terhadap beberapa tokoh dan pejabat di Jakarta, meski akhirnya mengalami kegagalan.
3) Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra: Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (1914–1958). Dilahirkan di Jakarta, Ismail Marzuki memang berasal dari keluarga seniman. Di usia 17 tahun ia berhasil mengarang lagu pertamanya, berjudul “O Sarinah”.
Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik Lief Java dan berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Pada saat inilah ia mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri
4) Perempuan Pejuang; Opu Daeng Risaju
Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu.
Daftar Pustaka :
Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi. 2018. Sejarah Indonesia Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud