Materi Seni Budaya Kelas 11 Bab 13 Naskah Lakon Teater Modern

Hai teman-teman semua! Masih semangat ya mengikuti pembelajaran Seni Budaya kelas 11? Nah, hari ini penulis akan membagikan materi Seni Budaya kelas 11 bab 13 mengenai Naskah Lakon Teater Modern. Yuk, langsung kepoin ulasannya di bawah ini ya.

Bab 13:
Naskah Lakon Teater Modern


materi seni budaya kelas 11 bab 13
Sumber: tegaraya.com

Sejarah Naskah Lakon Teater

Naskah lakon pertama yang menggunakan Bahasa Indonesia adalah Bebasari karya Rustam Effendi yang terbit tahun 1926. Naskah lakon sebelumnya ditulis dalam bahasa Melayu-Tionghoa, Bahasa Belanda, dan Bahasa Daerah. Kemudian muncul naskah drama yang ditulis sastrawan Sanusi Pane, Airlangga tahun 1928, Kertadjaja tahun 1932, dan Sandyakalaning Madjapahit tahun 1933. 

Muhammad Yamin menulis drama Kalau Dewi Tara Sudah Berkata tahun 1932 dan Ken Arok tahun 1934. A.A. Pandji Tisna menulis dalam bentuk roman, Swasta Setahun di Bedahulu. Bung Karno menulis drama Rainbow, Krukut Bikutbi, Dr. Setan, dan sebagainya. Naskah drama awalnya tidak hanya ditulis oleh sastrawan, tetapi oleh tokoh-tokoh pergerakan. 

Sumpah Pemuda di Jakarta, yang memproklamirkan kesatuan bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia pada 28 Oktober 1928, menginspirasi lahirnya Poedjangga Baroe, tahun 1933, majalah yang banyak melahirkan sastrawan dan kegiatan sastra, seperti roman, puisi, cerita pendek, naskah lakon, dan esai.  

Grup Sandiwara Penggemar Maya yang didirikan oleh Usmar Ismail bersama D. Djajakoesoema, Surjo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah pada 24 Mei 1944, sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Teater Modern Indonesia di tahun 1950. Terlebih setelah Usmar Ismail dan Asrul Sani berhasil membentuk ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) pada tahun 1955. 

ATNI banyak melahirkan tokoh-tokoh teater, di antaranya: Wahyu Sihombing, Teguh Karya, Tatiek Malyati, Pramana Padmodarmaja, Kasim Achmad, Slamet Rahardjo, N. Riantiarno, dan banyak lagi, sebagian menjadi penulis naskah lakon Indonesia. 

Teater Modern Indonesia semakin semarak dengan berdirinya Pusat Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki, pada 10 November 1968. Geliat teater di beberapa provinsi juga berlangsung semarak. Setelah kepulangan Rendra dari Amerika dengan eksperimennya yang monumental, mendapat liputan secara nasional, seperti Bib Bob, Rambate Rate Rata, Dunia Azwar, dan banyak lagi.  

Semaraknya pertumbuhan Teater Modern Indonesia dilengkapi dengan Sayembara Penulisan Naskah Drama dan Festival Teater Jakarta, sehingga keberagaman bentuk pementasan dapat kita saksikan hingga hari ini. Kemudian ada Teater Payung Hitam dari Bandung, Teater Garasi dari Yogyakarta, Teater Kubur, Teater Tanah Air dari Jakarta, dan sebagainya. 

Grup-grup teater tersebut mempunyai bentuk-bentuk penyajian yang berbeda satu sama lain, tidak hanya mengadopsi naskah lakon dari Barat, tetapi dengan menggali akar-akar teater tradisi kita dalam penulisan naskah lakonnya. 

Penyusunan Naskah Lakon

Dalam penyusunan naskah lakon, pertama yang harus dilakukan yaitu menetapkan dan menentukan tema. Tema adalah pokok pikiran atau dasar cerita yang akan ditulis. Saat memilih dan menentukan tema, harus mengingat kejadian/ peristiwa yang dalam pertunjukan dinyatakan sebagai laku atau action dan motif, yaitu alasan bagi timbulnya suatu laku/kejadian/peristiwa.  

Kejadian/peristiwa dari laku harus diterangkan melalui rangkaian dan totalitas sebab-akibat. Timbulnya motif sebagai dasar laku merupakan keseluruhan dari rangsang dinamis yang menjadi lantaran seseorang mengadakan tanggapan. 

Dasar timbulnya motif adalah kecenderungan-kecenderungan dasar yang dimiliki manusia, kecenderungan untuk dikenal, untuk mengejar kedudukan, dan sebagainya, yang disebabkan oleh keadaan fisik dan status sosialnya. Juga disebabkan oleh sifat-sifat intelektual dan emosionalnya. 

Selanjutnya, merumuskan intisari cerita yang disebut premise. Apabila premise digunakan sebagai dasar ide/gagasan, kita akan mendapat pola cerita, ke arah mana tujuan cerita yang kita tuangkan dalam bentuk naskah lakon. Apabila kita menyeleweng dari arah yang telah ditentukan, maka kita tidak akan sampai pada tujuan. 

Sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam premise. Premise yang kita tentukan akan teruji dan terbukti kebenarannya jika kita sampai pada titik tujuan, titik akhir lakon. Sehingga, kita harus benar-benar yakin akan premise yang telah ditentukan. Jangan menulis sebuah lakon yang premisenya masih kita sangsikan sendiri. 

Contohnya kita menentukan premise, siapa yang menggali lubang akan terperosok sendiri ke dalamnya. Bagaimana dengan kebenaran premise itu? Yakinkah kita? Kalau kita yakin, harus berpegang pada premise itu, sehingga akan terhindar dari bahaya kerja yang meraba-raba. 

Kalau premise yang kita tulis ternyata sama dengan premise naskah lakon tertentu, jangan kecil hati karena hasil tulisannya akan berbeda. Pengolahannya pasti akan berbeda dengan naskah lakon yang sudah ada. Tidak ada naskah lakon yang baik tanpa premise. 

Menginterpretasi Naskah Lakon

Apabila kita akan mempertunjukan naskah lakon tertentu, maka harus mengupayakan agar naskah lakon yang kita pertunjukan tidak berjarak dengan penonton. Artinya, penonton dapat menangkap arti dan makna, baik yang tersurat maupun yang tersirat yang kita visualisasikan dalam pertunjukan. 

Mengupayakan agar naskah lakon yang akan kita pertunjukan tidak berjarak dengan penonton, berarti harus mengenal naskah lakon terlebih dahulu, kemudian menginterpretasikannya. Contohnya, naskah lakon “Mentang-mentang dari New York” karya Marcelino Acana Jr (dramawan Filipina), terjemahan Tjetje Yusuf yang disadur oleh Noorca Marendra. 

Naskah lakon tersebut bercerita tentang Bi Atang (seorang janda) dan anak gadisnya, Ikah, yang berlagak seperti orang kaya, padahal hidupnya pas-pasan. Setting sosial dari cerita Filipina sangat mirip dengan setting sosial masyarakat Indonesia. Sehingga, Noorca Marendra menyadurnya, memindahkan setting peristiwanya ke kampung Jelambar, di wilayah Jakarta Barat. 

Berikut contoh teater ketupat: 

Mendeskripsikan naskah lakon : “Mentang-mentang dari New York” merupakan naskah lakon realis yang menyajikan kewajaran dan kejadian/peristiwa yang dihadirkan merupakan kenyataan dari kehidupan sehari-hari. Seluruh kejadian/peristiwa berlangsung di rumah Bi Atang yang digambarkan sebagai berikut: 

Ruang tamu di rumah keluarga Bi Atang di kampung Jelambar. Pintu depannya di sebelah kanan dan jendela sebelah kiri. Pada bagian kiri pentas, ada seperangkat kursi rotan, sebelah kanan ada radio yang merapat ke dinding belakang. Pada bagian tengah dinding ada pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan bagian dalam rumah. Pagi hari ketika layar terbuka, terdengar pintu depan diketuk orang.

Bi Atang muncul dari pintu tengah sambil melepaskan apronnya dan bersungut-sungut. Bi Atang orangnya agak gemuk, jiwanya kuno, tetapi tunduk terhadap kemauan anak perempuannya yang sok modern. Sehingga, maklum kalau baju rumahnya gaya baru.

Apronnya berlipat-lipat dan potongan rambutnya yang di-modern-kan tampak tidak patut lagi. Naskah lakon ini, bercerita tentang Bi Atang dan anak gadisnya, Ikah, yang sok modern. Gaya Ikah membuat kekasih dan teman-teman sepermainannya heran dan tidak lagi mengenalnya sebagai anak Jelambar. Di penghujung cerita, Ikah akhirnya menyadari kekeliruannya. Ceritanya pun berakhir dengan kebahagiaan.

Berikut contoh teater tanah air dalam lakon “Pengembara dari Surga” : 

Daftar Pustaka:
Bangun, S. C., dkk. 2017. Seni Budaya SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Materi Bahasa Inggris Kelas 11 Bab 6 Cause & Effect

Halo teman-teman. Yuk kita lanjutkan materi Bahasa Inggris kelas 11 bab 6. Kali ini kita a…